Kamis, 25 April 2013

GUNUNG BROMO

Posted by Unknown on 08.38 with No comments


Gunung Bromo (dari bahasa SanskertaBrahma, salah seorang Dewa UtamaHindu), merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Sebagai sebuah obyek wisata, Gunung Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif.
Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten ProbolinggoPasuruanLumajang, danKabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.

Selama abad XX, gunung yang terkenal sebagai tempat wisata itu meletus sebanyak tiga kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi 1974, sedangkan letusan terakhir terjadi pada 2010.

Sejarah Jembatan Suramadu

Posted by Unknown on 08.29 with 1 comment

Berdirinya Jembatan Suramadu merupakan tonggak sejarah baru dalam pembangunan konstruksi prasarana perhubungan di Indonesia. Jembatan antarpulau sepanjang 5.438 meter yang akan diresmikan Rabu (10/6) besok itu bukan hanya yang terpanjang di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara.
Sebagai jembatan yang menghubungkan dua pulau, sesungguhnya Suramadu (Surabaya-Madura) merupakan yang kedua setelah rangkaian jembatan Barelang (Batam Rempang Galang) yang selesai dibangun tahun 1997. Enam jembatan dengan berbagai tipe yang menghubungkan tujuh pulau kecil di Propinsi Kepulauan Riau ini, merupakan landmark keberhasilan dan kemandirian anak bangsa dalam membangun jembatan antar pulau.
Sebelum Suramadu dibangun, sempat timbul keragu-raguan, apakah mungkin membangun jembatan di daerah patahan dan gempa? Bagaimana dengan tiupan angin di laut Selat Madura yang terkenal kencang, apakah tidak akan memengaruhi konstruksi jembatan?
Penelitian pun akhirnya dilakukan secara mendalam selama tahun 2003-2004. Penelitian yang lebih bersifat technical study dilakukan terhadap 12 item yang kebanyakan berupa parameter tanah.
Dari sisi seismic hazard analysis, misalnya, diperoleh kesimpulan, di sekitar lokasi jembatan tidak ditemukan suatu patahan aktif. Berdasarkan katalog gempa juga tidak ditemukan gempa dengan magnitude di atas 4 skala Richter sehingga kondisi di sekitar lokasi jembatan cukup stabil.
Kajian mendalam juga dilakukan terhadap kontur dasar laut, arus air laut, serta pengaruh pasang terhadap jembatan. Ternyata semuanya sangat memungkinkan untuk dibangun jembatan yang menghubungkan dua pulau. Adapun untuk angin, berdasarkan kajian ternyata angin yang melintang kecepatannya sekitar 3,6 kilometer per jam sampai maksimal 65 kilometer per jam.
Tahan gempa
Jembatan Suramadu yang pemancangan tiang pertamanya dilakukan pada 20 Agustus 2003 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri saat ini bisa tahan terhadap guncangan gempa sampai 7 skala Richter. Jembatan ini pun dirancang dengan sistem antikorosi pada fondasi tiang baja.
Karena menghubungkan dua pulau, teknologi pembangunan Jembatan Suramadu didesain agar memungkinkan kapal-kapal dapat melintas di bawah jembatan. Itulah sebabnya, di bagian bentang tengah Suramadu disediakan ruang selebar 400 meter secara horizontal dengan tinggi sekitar 35 meter.
Untuk menciptakan ruang gerak yang lebih leluasa bagi kapal- kapal, di bagian bentang tengah Suramadu dibangun dua tower (pylon) setinggi masing-masing 140 meter dari atas air. Kedua tower ini ditopang sebanyak 144 buah kabel penopang (stayed cable) serta ditanam dengan fondasi sedalam 100 meter hingga 105 meter.
"Total panjang tower sekitar 240 meter. Ini sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya," kata Direktur Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Hermanto Dardak.
Kuat 100 tahun
Secara keseluruhan, pembangunan Suramadu menghabiskan sekitar 650.000 ton beton dan lebih kurang 50.000 ton besi baja. Tak heran, dinas pekerjaan umum mengklaim Suramadu sebagai megaproyek yang menghabiskan dana total mencapai Rp 4,5 triliun. Jembatan ini dirancang kuat bertahan hingga 100 tahun atau hampir menyamai standar Inggris yang mencapai 120 tahun.
Karena berada di tengah lautan, Suramadu berpotensi terkendala faktor angin besar yang potensial terjadi di tengah lautan. Untuk memastikan keamanan kendaraan yang melintas di atas Suramadu, Departemen Pekerjaan Umum akan membangun pusat monitoring kondisi cuaca, khususnya angin.
"Jika kecepatan angin sudah mencapai 11 meter per detik atau sekitar 40 kilometer per jam, jembatan harus ditutup untuk kendaraan roda dua demi keselamatan pengendara," ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.
Jika kecepatan angin bertambah hingga 18 meter per detik atau sekitar 65 kilometer per jam, jalur untuk kendaraan roda empat akan ditutup. Langkah ini semata-mata untuk keselamatan dan kenyamanan pengendara. Adapun konstruksi jembatan akan tetap aman karena Jembatan Suramadu dirancang tetap kokoh meski ditempa angin berkecepatan lebih dari 200 kilometer per jam.
Bukan cuma kuat dari terpaan angin, Jembatan Suramadu juga didesain mampu menopang kendaraan sesuai standar as atau axle di daratan. Dengan demikian, Suramadu diperkirakan mampu menahan beban dengan berat satu as kendaraan sekitar 10 ton.
Cukup lima menit
Setelah diresmikan besok, diperkirakan Jembatan Suramadu akan dilintasi 8.000-9.000 sepeda motor per hari serta sekitar 4.000 kendaraan roda empat per hari.
Jumlah ini berdasarkan perhitungan sebelumnya, kendaraan yang melintasi Ujung-Kamal dengan menggunakan kapal feri sekitar 2,4 juta sepeda motor per tahun (62 persen) serta 1,5 juta kendaraan roda empat per tahun (38 persen).
Selain bakal padat, jembatan ini pun pasti akan sangat membantu masyarakat karena waktu tempuh Surabaya-Madura bisa dipersingkat. Jika sebelumnya menggunakan feri dibutuhkan waktu sekitar 30 menit, sekarang dengan menggunakan Suramadu cukup ditempuh lima menit.
Sempat tersendat
Pembangunan Suramadu dalam perjalanannya sempat menemui kendala dana. Terhambatnya pencairan dana menyebabkan pembangunan approach bridge atau jembatan pendekat sisi Surabaya sepanjang 672 meter tersendat September 2008. Pemerintah Provinsi Jawa Timur akhirnya menalangi dana pembangunan melalui Bank Jatim sebesar Rp 50 miliar sebelum dana pinjaman dari Bank Exim of China sebesar 68,9 juta dollar AS cair.
Studi pembangunan yang kurang sempurna menyebabkan perkiraan biaya pembangunan juga meleset, seperti tiang pancang jembatan yang awalnya hanya didesain setinggi 45 meter akhirnya bertambah menjadi sekitar 90 meter. Karena itu, dari estimasi awal nilai kontrak sebesar Rp 4,2 triliun, biaya pembangunan akhirnya membengkak hingga Rp 4,5 triliun.
Pembiayaan pembangunan Suramadu 55 persen ditanggung pemerintah, sedangkan 45 persen sisanya pinjaman dari China. Dari total biaya pembangunan Suramadu sebesar Rp 4,5 triliun, sekitar Rp 2,1 triliun di antaranya harus berutang kepada China.
Mahalnya pemikiran dan biaya pembangunan Suramadu diharapkan mampu menumbuhkan geliat ekonomi Tanah Air, terutama Jawa Timur

Kamis, 04 April 2013

WISATA DIENG WONOSOBO

Posted by Unknown on 20.07 with No comments
         

                         "DIENG WONOSOBO"

      Dieng adalah nama pegunungan yang berada sekitar 26 kilometer ke arah utara dari Kota Wonosobo, Jawa Tengah. Luasnya kurang lebih 619,846 hektar. Wilayahnya dikelilingi oleh beberapa gunung (gugusan gunung). Gunung-gunung itu antara lain: Sumbing, Sindoro dan Pegunungan Dieng sendiri. Nama Dieng, berasal dari kata Di-Hyang yang berarti "tempat bersemayamnya para dewa". Di ketinggian sekitar +/-2100 meter dari permukaan air laut ada suatu dataran berukuran sekitar 14.000 meter persegi. Dataran tinggi tersebut merupakan daratan yang terbentuk oleh kawah gunung berapi yang telah mati. Bentuk kawahnya terlihat jelas dari dataran yang terletak di tengah yang dikelilingi oleh bukit-bukit. Beberapa kawahnya masih aktif secara vulkanik. Yang paling terkenal adalah kawah Si Kidang. Dinamai Si Kidang karena kawah ini aktif berpindah-pindah lesana kemari layaknya kidang/kijang. Disamping itu, ada juga aktivitas vulkanik yang berupa gas/uap panas bumi yang dialirkan melalui pipa dengan diameter yang cukup besar. Gas panas bumi itu dijadikan sebagai pembangkit listrik. Satu hal yang menarik adalah di dataran tinggi tersebut ada peninggalan nenek moyang yang berupa beberapa candi (kompleks percandian).

           Komplek Candi Dieng dibangun pada masa Hindu, karena di areal percandian tersebut banyak ditemukan peninggalan-peninggalan berupa arca-arca Dewa Siwa, Wisnu, Agastya, Ganesha dan lain-lainya yang bercirikan agama Hindu. Namun, masyarakat setempat (sekitarnya) menamainya dengan tokoh-tokoh wayang Purwa dalam lokan Mahabarata, misalnya Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, Candi Dwarawati, Candi Bima, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi dan Candi Puntadewa. Nama candi-candi tersebut tidak ada kaitannya dengan fungsi bangunan dan diperkirakan nama candi-candi diberikan setelah bangunan candi tersebut ditinggalkan atau tidak digunakan lagi. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti siapa yang membangunnya. Yang jelas bahwa berdasarkan salah satu dari 12 prasasti yang ada, kompleks percandian tersebut dibuat 731 (Saka) atau 809 Masehi. Jadi, pada awal abad ke-9.

Komplek percandian yang ada di dataran tinggi Dieng itu dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, Candi Dwarawati, dan Candi Bima. Masing-masing kelompok terdiri dari beberapa candi yang juga dinamai dengan nama tokoh-tokoh dalam cerita Mahabarata. Berikut ini akan diuraikan benda-benda cagar budaya yang terdapat dalam komplek percandian di dataran tinggi Dieng dari arah utara ke selatan.

Kelompok Candi Dwarawati

Kelompok Candi Dwarawati terletak paling utara diantara candi-candi di dataran tinggi Dieng yang didirikan di Bukit Perahu. Dahulu kelompok ini terdiri dari dua buah candi, yakni Candi Dwarawati (di sebelah timur) dan Candi Parikesit (di sebelah barat). Namun, saat ini yang masih berdiri hanya Candi Dwarawati saja. Candi Dwarawati menghadap ke arah barat dengan bentuk empat persegi panjang, berukuran panjang 5 meter dan lebar 4 meter, sedangkan tingginya 6 meter. Pada masing-masing dinding luar dan dalam candi terdapat relung-relung tempat arca yang sudah kosong, kecuali sebuah alas arca di dalam bilik candi (dhatu garbha). Sedangkan, atap candi berhias menara-menara kecil dan dihias dengan simbar-simbar lukisan kepala. Bentuk atap dan hiasan-hiasannya merupakan pengaruh dari India Selatan.

Petirtaan Bimo Lukar

Pertirtaan ini berupa kolam yang bermata air jernih, aliran airnya cukup deras, dan berukuran 5 m x 2,5 m x 1 m. Bangunannya terdiri dari susunan batu yang berhiaskan relief. Airnya disalurkan melalui beberapa pancuran.

Kelompok Candi Arjuna

Kelompok Candi Arjuna merupakan kelompok terbesar. Kalau orang mengatakan Candi Dieng, biasanya yang dimaksud adalah kelompok Candi Arjuna, padahal sebenarnya masih banyak kelompok yang lain. Kelompok yang memanjang dari utara ke selatan ini terdiri atas dua deretan candi, yakni deretan sebelah timur dan sebelah barat.

Deretan sebelah timur semua menghadap ke barat dan terdiri atas beberapa bangunan candi, yakni: Candi Arjuna-Srikandi, Puntadewa, dan Sembadra. Sedangkan, deretan sebelah barat tinggal satu candi yang masih berdiri, yakni Candi Semar yang berhadapan dengan Candi Arjuna.

Berbeda dengan kelompok Candi Dwarawati yang denahnya empat persegi panjang, candi-candi kelompok Arjuna berdenah bujur sangkar, tanpa penampil, hanya di bagian depan terdapat bilik pintu masuk yang menjorok ke depan. Pada dinding terdapat relung-relung dan hiasan-hiasan. Di bagian depan berhias kala-makara. Atapnya kaya akan hiasan. Sayang, kebanyakan candi di komplek ini sudah rusak dan beberapa diantaranya tinggal fondasinya saja. Sebenarnya sekitar 200 meter di sebelah barat-daya kelompok Candi Arjuna terdapat sisa-sisa bangunan yang dikenal sebagai Candi Setyaki, Petruk, Antareja, Nala Gareng, Nakula dan Sadewa, namun sudah sulit diidentifikasi karena tinggal fondasi-fondasinya saja.

Kelompok Candi Gatotkaca

Candi Gatotkaca tempatnya agak tinggi dibandingkan dengan kelompok Arjuna, yakni di sebelah barat telaga Bale Kambang dan di lereng bukit Panggonan. Candi Gatotkaca menghadap ke barat dan berdenah bujur sangkar berukuran 4,5 m x 4,5 m, dengan penampil pada masing-masing sisinya.

Kelompok Candi Bima

Kelompok Candi Bima kini tinggal satu candi saja dan terletak pada deretan ujung paling selatan, menghadap ke timur. Baturnya bujur sangkar berukuran 6 m x 6 m, sedangkan fondasinya berbentuk segi delapan, tinggi candi 8 m. Dibandingkan dengan candi-candi lainnya, Candi Bima termasuk paling utuh. Gaya bangunannya khusus. Atapnya dipenuhi hiasan dan terdiri dari tiga tingkatan yang batas-batasnya tidak jelas. Bentuk seluruhnya seperti Sikhara (seperti mangkuk yang ditangkupkan) di India Utara, hanya hiasan-hiasan menara dan relung-relung yang berbentuk tapal kuda menunjukkan pengaruh India Selatan.

Dahulu Candi Bima mempunyai 24 arca kudu, yaitu arca yang berbentuk kepala manusia yang seolah-olah melongok keluar dari bilik jendela yang masing-masing beratnya sekitar 15 kilogram, tinggi 24 cm, lebar 20 cm dan tebal 27 cm. Namun, karena seringnya terjadi pencurian di komplek Candi Dieng, terutama Candi Bima, maka saat ini arca yang terdapat di Candi Bima hanya sekitar 13 buah saja





SEJARAH GEMBIRA LOKA ZOO YOGYAKARTA

Posted by Unknown on 19.52 with No comments
  "GEMBIRA LOKA ZOO YOGYAKARTA"

Ide awal pembangunan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka berasal dari keinginan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1933 akan sebuah tempat hiburan, yang di kemudian hari dinamakan Kebun Rojo. Ide tersebut direalisasikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan bantuan Ir. Karsten, seorang arsitekberkebangsaan Belanda. Ir. Karsten kemudian memilih lokasi disebelah barat sungai Winongo, karena dianggap sebagai tempat paling ideal untuk pembangunan Kebun Rojo tersebut. Namun akibat dampak Perang Dunia II dan juga pendudukan oleh Jepang, pembangunan Kebun Rojo terhenti.
Pada saat proses pemindahan ibukota negara dari Yogyakarta kembali ke Jakarta di tahun 1949 setelah selesainya Perang Dunia II, tercetus lagi sebuah ide untuk memberikan kenang-kenangan kepada masyarakat Yogyakarta berupa sebuah tempat hiburan dari pemerintah pusat yang dipelopori oleh Januismadi dan Hadi, SH. Ide tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat Yogyakarta, akan tetapi realisasinya masih belum dirasakan oleh masyarakat.Hingga di tahun 1953, dengan berdirinya Yayasan Gembira Loka Yogyakarta (sesuai akta notaris RM. Wiranto No. 11 tanggal 10 September 1953)yang diketuai oleh Sri Paduka KGPAA Paku Alam VIII, maka pembangunan Kebun Rojo yang tertunda baru benar-benar dapat direalisasikan.
Selang beberapa tahun kemudian, tepatnya 1959, KGPAA Paku Alam VIII menunjuk Tirtowinoto untuk melanjutkan pembangunan Gembira Loka. Dipilihnya Tirtowinoto karena yang bersangkutan dinilai memiliki kecintaan terhadap alam dan minat yang besar terhadap perkembangan Gembira Loka. Ternyata sumbangsih Tirtowinoto yang tidak sedikit, baik dalam hal pemikiran maupun material, terbukti mampu membawa kemajuan yang pesatbagi Gembira Loka. Puncaknya di tahun 1978, ketika koleksi satwa yang dimiliki semakin lengkap, sehingga pengunjung Gembira Loka mampu mencapai 1,5 juta orang.